Agam, Indonesiasatu - UMKM dengan merek dagang Bagonjong ini mampu mengolah sekitar 5 kilogram dendeng rinuak setiap hari.
Bahkan UMKM yang bergerak di bisnis olahan hewan endemik Danau Maninjau itu tetap eksis memenuhi kebutuhan pasar bisnis kuliner di dalam dan luar Sumatera Barat.
“Kalau dibilang tidak begitu terdampak, tidak seperti itu juga, tapi secara keseluruhan kami masih bisa berproduksi setiap hari dan memenuhi permintaan pasar, ” ujar pemilik UMKM Bagonjong, Fitria Amrina.
Saat ini permintaan pasar terhadap dendeng rinuak masih terbilang tinggi. Hal itu dapat diketahui dari selalu habisnya stok dendeng rinuak yang tersedia di rumah produksi miliknya.
“Alhamdulillah-nya, meski kami memproduksi setiap hari, tidak ada produk yang macet, selalu kehabisan stok, ” katanya.
Dalam sehari, rata-rata Fitria mampu memproduksi 40 pcs dendeng rinuak berat 100 gram, dari olahan 5 kilogram rinuak yang memakan waktu kurang lebih 8 jam.
“Karena usaha ini masih berskala kecil, belum menyerap tenaga kerja, jumlah produksi tersebut terbilang kecil di banding usaha sejenis yang lebih dulu eksis, ” tutur ibu empat anak tersebut.
Saat ini, Fitria mematok harga per 100 gram dendeng rinuak untuk pasaran lokal Kabupaten Agam sebesar Rp18.000. Harga tersebut akan berubah untuk pasar di luar Kabupaten Agam.
Fitria mengakui di awal pandemi Covid-19, produksi dendeng rinuak yang dia rintis sejak tiga tahun lalu mengalami pasang surut. Namun, terhitung sejak Ramadan lalu produksi dendengnya kembali menggeliat.
“Puasa kemarin produksi kembali meningkat, jumlah produksinya pun terbilang tetap hingga hari ini, ” sebutnya.
Soal pemasaran, Fitria mengaku cenderung lebih melirik sistem online. Selain itu dirinya juga memaksimalkan jaringan dagang yang sudah terbentuk.
“Sekarang lebih kencang online, untuk pasaran lokal, kami juga memaksimalkan pendistribusian kepada 6 orang ‘anak galeh’, ” tuturnya lagi.
Saat ini, Kota Padang masih menjadi pasar yang paling banyak menyedot produksi dendeng rinuak olah UMKM Bagonjong. Selain itu, ia juga memasok produk ke sejumlah provinsi tetangga.
Melihat laris manisnya bisnis dendeng rinuak di pasaran, dirinya berharap suatu saat Lubuk Basung bisa menjadi sentra penghasil dendeng rinuak.
Dirinya merinci, setidaknya di Lubuk Basung ada lima pelaku UMKM yang memproduksi dendeng rinuak dengan jumlah produksi yang cukup besar.
“Bahkan produksi UMKM tersebut jumlahnya jauh di atas produksi saya. Semoga suatu saat, daerah ini dikenal sebagi sentra usaha pengolahan dendeng rinuak yang menjadi makanan khas Lubuk Basung, ” ujarnya berharap.(*)